LUBUKLINGGAU - Dinas Pariwisata Kota Lubuklinggau diduga kuat menjadi ladang permainan anggaran dalam Tahun Anggaran 2024. Sejumlah pos anggaran bernilai fantastis tercatat tanpa rincian jelas, memunculkan kecurigaan kuat atas praktik mark-up, pengadaan fiktif dan penyalahgunaan keuangan negara.
Salah satu pos anggaran yang mencolok adalah Administrasi Umum Perangkat Daerah dengan nilai sebesar Rp 480 juta lebih. Pos ini dinilai sangat longgar dan kerap digunakan sebagai “keranjang serbaguna” untuk berbagai pengeluaran tanpa rincian. Kondisi ini membuka peluang besar terjadinya manipulasi pembiayaan fiktif, mark-up operasional, hingga pengeluaran tanpa dasar hukum yang jelas.
Tak kalah mencurigakan, terdapat pula anggaran untuk Pengadaan Barang Milik Daerah Penunjang Urusan Daerah sebesar hampir Rp 180 juta, serta Penyediaan Jasa Penunjang Urusan Pemerintah Daerah sebesar Rp 360 juta lebih. Kedua pos ini tidak dilengkapi penjelasan spesifik terkait jenis barang, penyedia jasa, atau mekanisme pengadaan. Hal ini menimbulkan potensi terjadinya pengadaan barang dan jasa fiktif, bahkan rekayasa penggunaan jasa konsultan bayangan (dummy consultant) demi menguras dana publik tanpa output yang nyata.
Sementara itu, anggaran sebesar hampir Rp 240 juta yang dialokasikan untuk Pemeliharaan Barang Milik Daerah Penunjang Urusan Pemerintah Daerah juga menimbulkan tanda tanya besar. Dalam praktik umum, kegiatan pemeliharaan kerap dijadikan alasan untuk melakukan pengeluaran rutin yang tidak pernah diaudit secara detail, mulai dari pembelian suku cadang hingga jasa perbaikan tanpa bukti pekerjaan nyata.
Dari pola anggaran yang tercatat, setidaknya ada tiga dugaan modus korupsi yang mengemuka, penggunaan pos umum sebagai jalur pembiayaan tak terlacak, rekayasa pengadaan barang/jasa fiktif dan pencatatan kegiatan pemeliharaan yang tidak pernah dilakukan. Praktik semacam ini membuka ruang kolusi antara pejabat dan pihak penyedia, memanipulasi dokumen, serta memperdaya proses pengadaan agar tampak legal di atas kertas namun nihil di lapangan.
Hingga saat ini, tidak ditemukan dokumentasi publik maupun pernyataan resmi dari pihak Dinas Pariwisata Kota Lubuklinggau terkait rincian kegiatan, mekanisme pengadaan, atau bukti pelaksanaan atas anggaran-anggaran tersebut. Sikap bungkam ini semakin memperkuat dugaan bahwa telah terjadi penyimpangan serius dalam pengelolaan anggaran dinas.
Transparansi dan akuntabilitas seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengelolaan keuangan daerah. Jika pembiaran terus terjadi, maka kebocoran anggaran akan menjadi praktik yang terus berulang dan merugikan keuangan negara dalam skala besar.(Tim)